ePUPNS, DILEMATISASI SANG OPERATOR SEKOLAH

Setiap orang yang mengusahakan sebuah pekerjaan, adalah hasil yang diharapkan. Begitulah kira kira yang ada di benak setiap orang ketika mereka akan memulai sebuah pekerjaan. Pekerjaan yang dihasilkan memiliki sebuah “harga” yang setiap orang mempunyai sudut pandang berbeda terhadap hasilnya sekali lagi hasilnya bukan pada prosesnya.
Bulan bulan ini, tepatnya September 2015 adalah bulan disibukkannya semua PNS (Pegawai Negeri Sipil) terhadap pendataan ulang atau yang lebih dikenal dengan PUPNS (Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil) yang menggunakan media digital berbasis website atau yang lebih dikenal dengan ePUPNS.

Ada beberapa keterangan yang menyebutkan, bahwa Instansi instansi yang berkepentingan dilarang untuk memungut biaya apapun bentuknya dari para PNS. Namun disisi lain ada banyak sekali PNS yang GAPTEK dengan masalah IT khususnya pengisian data-data dari aplikasi ePUPNS ini. Ditambah dengan susahnya untuk mengakses ataupun mengerjakan pengisian dari data-data yang dibutuhkan dalam pendataan ulang tersebut. Yah, maklumlah aplikasi trial, masih banyak sekali bug yang muncul di berbagai menu nya. Ditambah proses loading yang cukup menguji kesabaran, dan biasanya ditandai dengan lingkaran yang berputar-putar. Kadang dalam hati juga sempat bertanya, apakah ini berputar proses selesai atau makah gagal input. Dan yang melegenda adalah Error 500, yang selalu muncul di awal-awal aplikasi tersebut digunakan. Namun terakhir rupanya sudah sedikit dibenahi.

Bagi beberapa orang IT mereka sampai menguji tentang Hostingnya dari mana, bandwithnya berapa dan seterusnya yang di dapat dari beberapa forum menyimpulkan bahwa bandwithnya hanya sekitar 54GB, padahal yang mengakses adalah jutaan PNS di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Hal inilah yang menimbulkan permasalah di kalangan orang – orang yang notabenenya bukan atau bahkan jarang berhadapan dengan dunia IT seperti ini. Alternatifnya adalah mereka meminta tolong, atau bahkan ada yang berfikiran memanfaatkan operator sekolah di masing-masing lembaga sekolah yang bersangkutan agar pekerjaan input data mengenai segala yang berhubungan dengan riwayat ke-PNS-an mereka.

Sang operatorpun menyanggupi walaupun sebenarnya masih ada “kesepakatan semu” mengenai HR yang akan mereka peroleh dari sang PNS. Di kalangan PNS sudah ada beberapa pemikiran mengenai budget yang diberikan berapa rupiahyang diberikan  untuk operatornya.
Maaf, sebelum saya lebih jauh mengenai hal ini dan saya rasa saya sedikit banyak akan menganalogikan dengan seorang pekerja. Pekerja A adalah tukang kayu yang sangat professional sehingga dari tangannya lah tercipta berbagai model perabot rumah tangga yang bagus dan mempunyai nilai harga tinggi dibanding dengan Pekerja B seorang IT yang hanya merancang sebuah perabot rumah tangga yang dihasilkan hanya rancangan sebuah gambar yang detail dengan ukuran sebenarnya dan secarik printout kertas dengan gambarnya saja. Dari sinilah sesorang diuji/menguji dirinya bisa atau tidaknya mengukur atau bahkan layak atau tidaknya dalam memanusiakan seorang manusia dimana manusia lain merasa lega dengan penghargaan yang diterima berdasarkan “tingkat kesulitan” yang telah dilaluinya melalui sebuah “proses”. Banyak sekali diantara kita memandang sebuah nilai pekerjaan hanya dari segi hasilnya bukan dari segi prosesnya. Kalau sesorang memandang dari hasilnya apalagi hasilnya hanya secarik kertas dengan beberapa data yang terpapar. Akhirnya dalam memberikan “reward”, mereka mempunyai anggapan dan mempunyai pemikiran, “Ah, itu sudah cukup banyak”, atau “eh ternyata cuman segini hasilnya”, ya pantaslah dengan seukuran itu.

Saudaraku para PNS, mungkin Anda belum atau tidak pernah mencapai pemikiran dalam hal “PROSES” pekerjaan. Selama ini yang Anda lihat  adalah hasil dan hasil saja tidak bertumpu pada prosesnya. Atau pemikirian Anda adalah pemikiran ikut-ikut. Artinya kalau teman Anda ngasih segitu, Anda pun juga segitu. Dan itu dirasa sudah banyak sekali.

Ada cerita pula bahwa seorang PNS di suatu lembaga sekolah lebih memilih atau mempercayakan perihal pengisian data PUPNS ke saudaranya di sekolah lain, dari pada operator di sekolahnya sendiri. Karena mereka mungkin punya pemikiran “sayang sekali kalau di kasih operatornya di lembaga sekolahnya”, mending ke saudara sendiri. Padahal kalau kita sedikit berfikir lebih logis, Siapa yang membantu mengelola data di pangkalan lembaga sekolah tempat Anda bertugas kalau bukan operator sekolah lembaga Anda yang bersangkutan. Siapa yang menikmati “hasil tunjangan sertifikasi PNS”? Kalau dalam prosesnya Operator sekolah Anda sendiri yang setiap hari dan setiap malam menjamin bahwa Anda mendapatkan hak Anda sendiri. Ya memang “Tunjangan sertifikasi” adalah hak Anda. Tapi dimana “rasa” terima kasih sebagai manusia ataupun rasa memanusiakan manusia lainnya yang belum beruntung seperti Anda. Mungkin hadits Nabi ini dapat dijadikan padanan dalam hal kebaikan “….Wahai umat Muhammad, demi Allah yang telah mengutusku dengan kebenaran, Allah tidak akan menerima sedekah seseorang yang mempunyai kerabat yang membutuhkan bantuannya, sementara ia memberikan sedekah atau bantuan itu kepada orang lain. Dan demi Allah yang jiwaku berada dalam genggamannya, Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat nanti”. (HR. Thabrany)
Dalam bahasa lainnya kalau kita cermati, ada satu pesan yang sangat penting untuk kita amalkan. Yaitu mendahulukan karib kerabat atau orang terdekat untuk menerima infak atau apapun bentuk kebaikan. Sebelum kita memberi kepada orang lain, kita harus perhatikan apakah ada di antara orang terdekat yang masih membutuhkan atau semua sudah makmur, tidak perlu disantuni lagi.

Saya sampaikan Maaf sekali lagi terlepas dari sifat “Materialistis”,  banyak dari beberapa curhatan oprator di sekolah – sekolah dasar mereka mengeluh dengan apa yang dinamakan “HR” yang diberikan oleh para PNS. Angka Rp. 50.000,- tidak sebanding dengan setiap malam hampir 1 bulan begadang untuk berlomba lomba menerobos aplikasi yang masih dipenuhi BUG. Kadang data sudah terisi semua ternyata servernya tidak respon, akhirnya harus ulang lagi dan input lagi, dan itu berlangsung setiap malam dini hari sampai dengan menjelang pagi. Parahnya lagi, ada PNS yang tega hanya Rp. 50.000,- masih DIHUTANG alias belum dibayar padahal pekerjaan sang operator sudah selesai dilaksanakan. Padahal kalau kita menukil sebuah Ayat Al-Quran Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS. Ath Tholaq: 6) serta Hadits Nabi Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR. Ibnu Majah, shahih). Keterangan Lain “Menunda penunaian kewajiban (bagi yang mampu) termasuk kezholiman (HR. Bukhari no. 2400 dan Muslim no. 1564). Mungkin ini bisa dijadikan Renungan bagi kita semua.
ops ilu

Namun tidak semuanya seperti itu, ada daerah lain yang mematok Rp. 100.000,- per PTK, bahkan mereka ada yang sampai berani Rp. 500,000,- per PTK. Kalau dilihat ini bukan masalah sudah pantas atau sudah banyak ataupun masalah gengsi, namun jika dilihat dari sisi kemanusian hal itu wajr-wajar saja mengingat sekarang perekonomian Indonesia masih berujung suram sehingga setiap nilai Rupiah menjadi tolok ukurnya. Ditambah pemanfaatan aplikasi yang dinilai masih dikatakan “Susah” pada penerapannya di lapangan karena terkendala dengan kinerja yang tidak efektif dan efisien dari aplikasi itu sendiri, bahkan bagi operator itu sendiri. Semoga kita disadarkan akan hal semacam itu. Sekali lagi mohon Maaf apabila ada yang tersinggung. Bahwa ini hanya sekedar wacana dan opini. Perkara Anda tersinggung, itu berarti Anda merasa belum lebih baik. Dan opini saya ini bukanlah hal yang terbaik. Karena kebaikan itu murni milik Allah SWT semata.

Wallahu A’lam Bi Sawab.